SUARATERKINI, Jakarta – Angka kasus terjangkit virus corona (Covid-19) di Indonesia masih terus bertambah, hingga memicu adanya adaptasi kebiasaan baru dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat.
Dr. Hermawan Saputra, SKM., MARS., CICS., Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menjelaskan bahwa, kasus terkonfirmasi COVID-19 saat ini hanya merupakan puncak dari gunung es dan hanya mewakili sekitar 66% sampai 73% dari jumlah kasus sesungguhnya.
Meski saat ini COVID-19 menjadi fokus utama penanganan penyakit infeksi yang sedang berkembang (Emerging Infectious Diseases/EID) sesungguhnya masih banyak penyakit menular lainnya yang disebabkan oleh mikroorganisme,” ungkapnya di acara diskusi virtual bertajuk: “Sinar UV-C: Kawan atau Lawan? yang diselenggarakan Signify, Selasa (25/8/20).
Dijelaskan Hermawan, ada empat faktor utama dalam permasalahan kesehatan masyarakat yaitu kapasitas layanan kesehatan, tingkat kesadaran perilaku publik, kebersihan lingkungan, dan permasalahan bawaan atau turunan.
Dari keempat faktor ini, lingkungan menyumbang variabel yang cukup besar dalam menentukan kesehatan seseorang, karena terkait langsung dengan kebersihan lingkungan sekitar dan kesadaran kita dalam berperilaku hidup sehat,” jelas Hermawan.
Ada jutaan, bahkan puluhan juta mikro-organisme di sekitar kita. Kalau kita menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), maka kita bisa hidup berdampingan dengan mikro-organisme ini.”
Salah satu upaya untuk mendukung pola hidup bersih dan sehat ini adalah dengan memanfaatkan rekayasa teknologi pencahayaan, yaitu teknologi UV-C. Sinar UV-C yang berasal dari matahari disaring oleh lapisan ozon sehingga tidak sampai ke permukaan Bumi.
Teknologi UV-C ini sangat diperlukan di area-area publik seperti pusat perbelanjaan, hotel, kantor, sekolah, tempat ibadah, bandara, dan lainnya,” pungkasnya.