Tak Terima Dituduh Menipu, Anak Ajukan Penangguhan Penahanan Bagi Ibunya

AdvertisementAds

SUARATERKINI, Jakarta, – Pengusaha batu bara asal Jakarta tidak terima dirinya dituduh melakukan penipuan dan penggelapan uang terhadap rekan bisnisnya hingga miliaran rupiah dari perjanjian dan transaksi jual-beli yang tidak diketahuinya.

Ialah Yulia Sutji Lunaries (62), Direktur PT Gunung Elok Jaya (GEJ), yang membantah dan merasa dirugikan atas tuduhan pelaporan Tamrin Bayazid terkait dugaan penipuan dan penggelapan uang sebesar Rp7,1 miliar.

Yulia yang dalam keadaan sakit-sakitan dan perlu pengobatan intens lantaran mengidap penyakit kelenjar getah bening, sudah lebih dari dua pekan ini terpaksa meringkuk dalam rumah tahanan Polda Banten, Kota Serang, Banten.

Kendati meyakini tidak ada unsur penipuan dan penggelapan saat penangkapan, pihak keluarga tetap berusaha sabar dan taat hukum. Faktor usia dan kondisi tubuh yang sedang sakit, membuat keluarganya berupaya memohon penangguhan penahanan yang diwakilkan melalui Swasthika Surjadi Widjaya (33), salah seorang anak dari tersangka.

Adapun pihak keluarga sudah dua kali mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan Yulia ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten. Surat pertama diajukan pada 6 September 2023, sementara yang kedua dilayangkan pada 12 September 2023.

Ironis, kendati menjaminkan dirinya, dan membawa surat keterangan sakit, dua surat permohonan Swasthika tidak digubris. Meski sudah berupaya meyakinkan penyidik Polda Banten bahwa tersangka layak diberikan kelonggaran hukum, berupa tahanan luar untuk keperluan berobat, namun pihak penyidik bersikukuh, Yulia yang sudah nenek-nenek itu, dinyatakan melakukan pelanggaran pasal 372 KUHP dan 378 KUHP tentang penggelapan dan penipuan.

“Hari ini, saya ke Polda Banten untuk ketiga kalinya mengajukan permohonan pengalihan status penahanan atau penangguhan penahanan Ibu kami, tapi lagi-lagi ditolak. Penuturan tim penyidik harus ada jaminan aset untuk penagguhan penahanan. Saya sungguh tidak habis pikir, kenapa tidak ada sedikitpun rasa kemanusiaan dan hati nurani dari penegak hukum atas kasus ibu kami. Beliau sudah lansia dan dalam kondisi depresi parah. Ibu juga mengidap kelenjar getah bening. Saya khawatir dengan kondisi kesehatannya,” ungkap Swasthika dalam keterangan tertulisnya pada media, Jumat (22/9).

BACA JUGA:  Dapat Dukungan dari Kelompok Tani, Peter Resmi Laporkan IK

Swasthika menjamin Yulia tidak akan menghilangkan barang bukti. Dia juga menjamin ibunya tidak akan mengulangi tindakan yang sama seperti yang disangkakan oleh penyidik. “Tentu kami akan berikan jaminan kepada pihak kepolisian terkait dengan hal ini,” katanya.

Tidak mendapatkan pelayanan hukum manusiawi dari penyidik Polda Banten, membuat Swasthika, sangat terpukul. Ia berencana mengadukan kasus tersebut ke Propam Polda Banten, terkait beberapa kejanggalan proses hukum yang menimpa ibunya.

“Saya merasa ada yang aneh dengan proses hukumnya. Keterangan yang diberikan ibu saya kepada penyidik dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak dikeluarkan, padahal jelas dalam Pasal 72 KUHP, tersangka atau penasihat hukum berhak untuk mendapatkan salinan atau turunan dari BAP untuk kepentingan pembelaan. Ini sudah aneh,” tandasnya.

Yulia masih ditahan di Rutan Polda Banten dan masih terus menjalani pemeriksaan untuk memenuhi BAP lanjutan. “Hari ini tanpa pendampingan keluarga dan pengacara, Ibu saya “dipaksa” tanda tangan persetujuan perpanjangan masa tahanan 40 hari ke depan sampai 3 November. Miris sekali penagakan hukum di negeri sendiri,” tegas Swasthika.

Ungkapan Swasthika itu bukan tak beralasan. Mengacu Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 367 K/Pid/1998 dan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1565/K/Pid/1991, menyebut bahwa apabila tersangka atau terdakwa tidak didampingi oleh advokat, maka segala produk hukum yang dihasilkan akan cacat hukum dan harus dibatalkan demi hukum. Itu berarti hasil penyidikan tidak sah atau bertentangan dengan hukum dan tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima.

“Polisi tidak boleh sewenang-wenang melakukan penangkapan. Ada aturan atau prosedur hukum yang harus dilakukan atau dipenuhi dulu sebelum menangkap ibu saya. Ini urusan PT ke PT, makelar ke makelar yang jelas perdata karena dinilai wanprestasi, jadi polisi tidak berhak menangani apalagi sampai menahan,” lugasnya.

Tidak Terima
Diceritakan Swasthika dalam penangkapan ibunya itu, kasus berawal pada 2021. Yaitu, saat terjadi kesepakatan kerjasama antara PT GEJ dengan Maryanto Wibowo (33), seorang trader atau makelar batu bara kenalan rekanan Yulia.

BACA JUGA:  Enervon Dukung Kesehatan melalui Gerakan #LevelUpwithEnervonActive

Ihwalnya, Wibowo melobi Yulia agar meminjamkan nama PT GEJ lantaran mengaku mendapat investor untuk pembelian batu bara, dengan dijanjikan komisi dan benefit lainnya jika transaksi deal dan berjalan mulus. PT GEJ yang digagas Yulia sendiri merupakan perusahan dagang berbagai komoditi, satu diantaranya tambang batu bara.

Ialah PT Lestari Banten Energi (LBE), perusahaan pembangkit listrik tenaga batu bara dengan basis operasional di Kota Cilegon, Banten, merupakan anak usaha Genting Group Kuala Lumpur, Malaysia, yang melakukan kontrak pemesanan batu bara melalui Wibowo menggunakan PT GEJ sebagai perusahaan dagang resmi.

Selanjutnya, Swasthika mengatakan, kerja sama dengan pihak PT LBE itu murni dilakukan oleh Wibowo seorang diri kendati Yulia mengetahuinya, sebab sebelumnya Wibowo sudah izin akan menggunakan nama PT-nya. “Perjanjian kerja sama, deal angka dan lain-lain dengan investor dan buyer itu betul-betul Wibowo yang atur semuanya dengan mengatasnamakan PT Gunung Elok Jaya milik Ibu saya, agar rekan bisnis tersebut percaya,” terangnya.

Oktober 2021, anggaran dari PT LBE berupa uang muka sebesar Rp6,7 miliaran diberikan atau ditransfer langsung secara bertahap ke rekening perusahaan dalam hal ini PT GEJ. Lewat instruksi Wibowo, Yulia kemudian menyacah-nyacah uang tersebut ke sejumlah rekening diantaranya Rp200 juta ke rekening pribadi Wibowo yang diklaim untuk keperluan pembayaran operasional tongkang pengangkut batu bara, Rp621 juta bayar pajak 10 persen, Rp2,5 miliar ke rekening PT Bornea cc Wibowo pada 19 Oktober 2021, lalu sisanya Rp3,4 miliaran ditransfer ke rekening Defwita Zumara yang diketahui adalah istri Wibowo.

“Bukti mutasi dana lengkap. Bahkan, ibu saya sempat membuat surat pernyataan di atas materai yang ditandatangani oleh Wibowo dan istrinya terkait rincian pemindahan dana tersebut,” jelas Swasthika.

BACA JUGA:  Rayakan 24 Tahun, Alfaland Group Lakukan Penghijauan Lingkungan

Dua bulan setelah transaksi itu, Wibowo mendapatkan pemasok batu bara yang dapat memenuhi pesanan PT LBE, yaitu PT Bravo Energi Sentosa yang ditawarkan oleh Tamrin Bayazid. “Setelah ditelisik, info dari ibu saya batu bara ini rencananya akan dikirim ke Indonesian Power tetapi ditolak karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta. Maka, yang tadinya untuk Indonesian Power jadi dikirim ke PT LBE. Dokumen juga dibuat di tengah laut. Kok bisa? kami juga tidak paham, mungkin mereka ada akses,” paparnya.

Inti kasus bermula dari pembatalan kontrak pesanan batu bara secara sepihak oleh PT LBE, dua bulan setelah pembayaran uang muka tanpa sepengatuhan Yulia. Sementara pada Februari 2022, Wibowo telah memproses pengiriman batu bara seberat 7.602,733 metrik ton ke PT LBE.

“Kalau memang sudah dibatalkan kontraknya, kenapa barangnya masih diterima. Itu pun tidak ada bukti penerimaan. Jadi janggal sekali. Saya sudah kontak PT LBE untuk minta dokumen penerimaan barang, tapi sampai hari ini mereka bungkam, tidak mau memberikan keterangan apapun kepada ibu saya sebagai pemilik nama perusahaan PT yang dipakai untuk transaksi,” tambah Swasthika.

Di sisi lain, Tamrin Beyazid sebagai pemasok batu bara merasa dirugikan karena barang sudah dikirim namun belum ada pembayaran. “Ibu saya jelas lebih bingung, tidak tahu-menahu rupa barangnya dikirim, tanda terima barang tidak ada, penagihan juga tidak diberikan, sedangkan uang dari PT LBE sudah ditransfer ke rekening bawaan Wibowo yang seharusnya untuk membayar pemasok,” ungkitnya.

Atas penuturan kronologis tersebut, maka Yulia sangat membantah keras bahwa dirinya melakukan penipuan dan penggelapan terhadap PT Bravo Energi Sentosa, rekanan bisnis Wibowo, akibat dari perjanjian fiktif yang menggunakan nama PT-nya itu, oleh Wibowo. “Pelapor ini tidak pernah memberikan dokumen penagihan ke PT GEJ, tiba-tiba langsung ke pidana. Ini tidak adil untuk Ibu saya,” pungkas Swasthika.

redaksi.suaraterkini@gmail.com