SUARATERKINI, Jakarta – Sejak munculnya 2 orang yang resmi positif terpapar Covid-19 di Depok, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama kurang dari 1 minggu naik menjadi 27 dan terus naik jumlahnya dengan sangat cepat, tidak lagi menurut deret hitung dan deret ukur tetapi kenaikan yang exponensial.
Pada saat yang sama berita tentang Covid-19 menyebar bagaikan air bah yang luar biasa melalui media sosial, khususnya WA. Orang tidak lagi mengetahui mana berita yang benar mana yang hoaks, yang menarik masyarakat justru lebih mempercayai berita dari medsos dari pada informasi resmi pemerintah melalui TV yang munculnya mungkin hanya setiap 3-5 jam sekali.
Itupun hanya stasiun TV tertentu yang memberitakan, dengan jam tayang yang terbatas. Celakanya, sebagian besar masyarakat masih lemah dalam literasi media. Sehingga ketika ada berita dari WA tentang Covid 19 tanpa mengecek kebenarannya dengan semangat men”share” ke beberapa grup atau ke beberapa orang.
Tentu saja dampak penyebaran berita yang sangat masif ini justru membuat masyarakat semakin panik, karena sebagian besar berita belun jelas kebenarannya atau bahkan hoaks. Yang lebih memprihatinkan dalam suasana seperti ini ada saja orang-orang yang tak bertanggungjawab memanfaat situasi, baik untuk kepentingan ekonomi maupun hanya sekedar iseng sengaja membuat masyarakat agar menjadi panik dan gaduh.
Kepanikan itu terlihat ketika pemerintah menghimbau untuk tidak panik dan memborong bahan pokok, tetap saja masyarakat antre di supemarket atau tempat lainnya untuk membeli beras, gula, minyak, telor dan lainnya untuk ditimbun di rumah, karena takut kehabisan.
Kita patut apresiasi kepada pemerintah yang telah menangani Covid-19 ini dan mengumumkannya melalui media TV. Tetapi kita masih melihat sistem komunikasi yang agak kacau, masih ada ketidak sinkronan antara satu pejabat dengan lainnya. Antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, khususnya terkait mitigasi Covid-19 melalui lockdown dan karantina parsial terbatas. Bahkan disaat pemerintah sedang merumuskan langkah yang tepat untuk memutuskan penyebaran Covid 19, ada sejumlah pejabat salah satu kabupaten di Jawa Barat kabarnya justru liburan ke eropa.
Jika benar kelompok usia lanjut dan penderita penyakit kronis tertentu yang paling rentan dan potensial tertular Covid-19, maka benar apa yang dikatakan sebagian ahli saat ini baru permulaan; dan sangat mungkin akan terjadi penyebaran yang sangat luas dengan jumlah yang sangat besar, karena penderita penyakit kronis seperti TBC, Diabet, Jantung, perokok dan usia lanjut di Indonesia jumlahnya sangat besar.
Bila ini benar-benar terjadi apakah kita sudah siap, lantas mitigasi seperti apa yang harus sudah dirancang mulai saat ini agar tidak menimbulkan korban yang besar ?, tentu kita berharap itu tidak terjadi. Apakah mitigasi yang telah dilakukan pemerintah saat ini melalui protokol penanggulangan dengan melakukan isolasi baik terhadap orang yang dicurigai terpapar maupun orang yang benar-benar terpapar sudah cukup ?.
Antisipasi dan simulasi harus segera dilakukan. Merubah hotel atau wisma atlit menjadi tempat penampungan pasien adalah langkah yang tepat, tetapi perlu juga di kalkulasi sarana dan alat yang diperlukan khususnya ventilator, serta berapa tenaga medis yang harus disediakan. Layanan terhadap pasien corona pasti beda dengan mekayani tamu hotel.
Oleh karena itu perlu standar kompetensi tertentu, sehingga penanganan secara medis memenuhi protokol standar. Bagaimana menyiapkan tenaga medisnya, dan dari mana tenaga medis itu di dapatkan. Tenaga medis yang saat ini ada di beberapa rumah sakit pun perlu mendapatkan pelatihan khusus, dan dorongan serta dukungan semangat yang kuat.
Karena menghadapi pasien corona dengan seragam dan peralatan khusus bisa menimbulkan tekanan jiwa, jika tidak memiliki semangat yang kuat justru tenaga medis yang akan sakit. Terakhir, bagaimana layanan medis dan administrasinya.
Tanpa kalkulasi yang matang dan perencanaan yang matang Covid-19 sulit dibendung, dan akan menjadi bencana yang sangat dahsyat yang akan berdampak luas, tidak hanya terkait mortalitas, tetapi juga pada ekonomi, sosial dan pembangunan, serta kesinambungan generasi mendatang.
Kebijakan pemerintah membentuk satgas penanggulangan Covid-19 nasional, yang diketuai oleh Kepala BNPB sudah tepat; oleh karena itu BNPB perlu segara merancang mitigasi secara cepat dan tepat termasuk antisipasi kedepan. Problemnya adalah apakah mitigasi yang dilakukan oleh pemerintah dipahami oleh masyarakat umum ?.
Nampaknya masih banyak masyarakat yang belum paham. Kebijakan pemerintah melalui kerja di rumah selama 14 hari masih banyak yang tidak mengetahui. Mengapa perlu libur dan kerja di rumah selama 14 hari ?. Masyarakat tidak masuk kerja tetapi justru berkumpul di maal, restoran atau tempat wisata. Padahal kerja dirumah 14 hari dimaksudkan untuk memutus penyebaran Covid-19 yang memerlukan masa inkubasi 14 hari.
Tetapi kebijakan ini menjadi tidak efektif karena sebagian orang hanya merubah tempat berkumpulnya yang semula di kantor berubah ke restoran, mall atau tempat wisata, bahkan berjalan2 ke luar negeri. Demikian juga libur sekolah dari SD sampai perguruan tinggi selama 2 minggu juga tidak akan efektif untuk memotong penyebaran Covid-19 jika tidak diikuti oleh seluruh civitas akademika : dosen/guru, mahasiswa/siswa dan karyawan/tenaga kependidikan.
Pertanyaan mendasar yang harus kita jawab adalah sampai kapan kondisi darurat ini terjadi. Tidak ada yang bisa menjawab, hanya Allah Tuhan yang Maha Kuasa yang tau. Tetapi kita bisa berihtiar yang rasional yang mendasarkan pada fakta-fakta empiris, untuk dapat segera menghentikan penyebaran Covid-19, tentu saja disertai dengan doa, agar Allah, Tuhan yang maha kuasa agar bangsa ini diselamatkan dari bencana yang sangat dahsat ini.
Salah satu ihtiar untuk menghentikan penyebaran Covid-19 ini adalah melalui mitigassi secara holistik. Mengapa holistik, karena Covid-19 sangat kompleks dan dinamik. Tidak bisa ditangani secara sektoral atau mengandalkan pemerintah saja, tetapi harus secara bersama-sama dengan berbagai dukungan lintas ilmu dan profesi untuk secara terpadu menghentikan penyebarannya.
Tidak hanya dari sisi teknis yang saat ini sudah dilakukan oleh pemerintah, namun juga secara non teknis dengan melibatkan seluruh komponen bangsa : A-B-G+C+P ; yaitu Akademisi-Businessman-Government + Community + Pers/media.
Akademisi/peneliti harus terlibat dan dilibatkan, melalui riset2 “problem solving”, kita punya perguruan tinggi yang hebat-hebat : ITB, UI, IPB, UGM, ITS, UNAIR dan lainnya; ada juga kelompok profesional IDI, Ikatan Apoteker Indonesia, juga ada LIPI, BPPT yang seharusnya segera membentuk task force untuk melakukan riset bersama menemukan obat anti Covid-19 dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Businessman/Pelaku usaha harus dilibatkan untuk mendukung mitigasi melalui program CSR atau Program Bina Lingkungan. Pengusaha obat dan makanan harus ikut terlibat dengan mengembangkan obat atau makanan sehat dan murah untuk meningkatkan kesehatan dan daya tahan masyarakat.
Ketika wabah Covid-19 muncul di Wuhan kelompok pengusaha tampil untuk membantu menanganya. Mudah-mudahan di indonesia kelompok pengusaha ini segara ambil bagian untuk membantu masyarakat yang sangat membutuhkan.
Government, sebagai pengambil kebijakan harus merancang mitigasi yang tepat, terencana, terarah, terukur dan tersistem. Tidak hanya dari aspek teknis seperti perawatan dan isolasi pasien di rumah sakit, pembukaaan hotel menjadi tempat penampungan pasien, pengembangan protokol pengendalian tetapi juga aspek non teknis seperti melakukan training singkat bagi para tenaga medis, menyiapkan trauma center bagi para pasen yang telah sembuh, mengembangkan kebijakan afirmatif terhadap para pasien Covid-19, terutama yang terkait dengan pembiayaannya.
Community/masyarakat harus dilibatkan, kelompok-kelompok masyarakat (kelompok agama, profesional, pemuda, dan kelompok sosial) perlu terlibat dalam mitigasi bencana Covid-19. Para politisi yang ketika mau Pilkada spanduknya berjejer di pinggir jalan, kini saatnya untuk bergandengan tangan memberikan bantuan baik melalui sosialisasi via spanduk atau lainnya. Pers/media menjadi ujung tombak dalam sosialisasi dan edukasi masyarakat, harus terlibat melalui edukasi dan sosialisasi secara masif, agar masyarakat memiliki risk awareness, kesadaran akan risiko bencana, sehingga mematuhi protokol pencegahan bencana yang ditetapkan oleh pemerintah.
Mencermati aliran informasi begitu deras melalui medsos saat ini, maka perlu dibentuk pusat informasi digital Covid-19 (digital information center of Covid-19), dengan melibatkan ahli IT, akademisi, tokoh masyarakat, pelaku bisnis dan sudah barang tentu pemerintah sebagai penangungjawabnya khususnya kementerian informatika dan kementerian dalam negeri yang memiliki jenjang komando sampai tingkat kelurahan.
Pusat inilah yang bertanggungjawab menyebar luaskan informasi tentang Covid-19 secara sah dan legal. Selain informasi yang dikeluarkan dari pusat ini tidak legal meskipun mungkin benar. Informasi harus setiap jam bahkan secara riel time di update melalui jaringan medsos, sehingga masyarakat mengetahui perkembangan terkini, dan tindakan apa yang harus di lakukan dalam mitigasi bencana Covid-19 secara tepat dan cepat.
Agar informasi yang disebarkan valid dan up to date kelompok masyarakat dan tokoh masyarakat atau lainnya serta aparat kelurahan yang dilapangan dapat menyampaikan informasi ke pusat untuk divalidasi. Sehingga informasi yang disampaikan valid yang disertai data-data pendukungnya. Langkah ini akan memudahkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, karena sebagian besar masyarakat indonesia telah memiliki ponsel/HP dan telah terdaftar.
Penyebaran informasi digital ini akan dapat menjangkau seluruh pelosok tanah air, dalam waktu yang sangat singkat dengan tingkat tingkat validitas informasi yang tinggi. Dengan demikian masyarakat dapat menerima informasi tentang Covid-19 termasuk mitigasinya secara cepat dan benar. Langkah ini juga untuk menghindari hoaks yang berseliweran yang justru membuat masyarakat panik.
Terkait dengan Covid-19, ada 3 tahapan mitigasi yang perlu dilakukan : (1) sebelum terinfeksi (terpapar), (2) saat terpapar (positive) dan (3) pasca terkena Covid-19 bagi yang sembuh. Sebelum terpapar (pre paredness) adalah tahap pencegahan kepada masyarakat yang belum terkena. Perlu edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat secara online untuk membangun public risk awareness dan sekaligus sebagai early warning disaster melalui Pusat Informasi Digital Covid-19, agar masyarakat sadar risiko bencana Covid-19.
Bagi kelompok masyarakat yang sedang terpapar Covid-19 penanganannya melalui emergency response dengan merawat dan mengisolasi sesuai dengan protokol standar; sementara bagi masyarakat yang telah tersembuhkan perlu dilakukan pemulihan psikis melalui trauma center. Melalui mitigasi secara holistik ini, insya allah indonesia akan dapat segera pulih dari bencana Covid-19, semoga saja !.
Sumber Penulis : Guru Besar tetap dan Rektor Universitas Sahid Jakarta dan Sekjen Forum Organisasi Profesi Indonesia (FOPI).