Mengurai Masalah Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19

AdvertisementAds

SUARATERKINI, Jakarta – Satu tahun lebih Pandemi Covid-19 telah menghantam Indonesia dan dunia. Semua aspek kehidupan terdampak, termasuk dunia pendidikan. Lebih dari satu tahun pula dunia pendidikan seolah mati suri, meski belajar mengajar masih berlangsung dengan bantuan teknologi atau sekolah daring.

Namun, teknologi tetap tidak dapat menggantikan peran guru, dosen, dan interaksi belajar antara pelajar dan pengajar sebab edukasi bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan tetapi juga tentang nilai, kerja sama, serta kompetensi. Situasi pandemi ini menjadi tantangan tersendiri bagi kreativitas setiap individu dalam menggunakan teknologi untuk mengembangkan dunia pendidikan.

Apapun hambatannya pendidikan anak tidak boleh berhenti, semua pihak terkait dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar supaya tidak berhenti. Pandemi menjadi tantangan dalam mengembangkan kreativitas terhadap penggunaan teknologi, bukan hanya transmisi pengetahuan, tapi juga bagaimana memastikan pembelajaran tetap tersampaikan dengan baik.

Pada saat yang bersamaan, tantangan ini juga menjadi kesempatan bagi semua pihak tentang bagaimana penggunaan teknologi dapat membantu membawa pelajar menjadi kompeten untuk abad ke-21. Keterampilan yang paling penting pada abad ke21 ialah self-directed learning atau pembelajar mandiri sebagai outcome dari edukasi.

Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kapusdatin), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Riset Teknologi (Kemendikbud dan Ristek) M Hasan Chabibie mengatakan, sejumlah sekolah terdampak pandemi Covid-19. Sedikitnya ada 127 juta sekolah di dunia yang terdampak Covid-19.

Sementara jumlah sekolah yang terdampak Covid-19 di Indonesia sebanyak 407 ribu sekolah dan 3,4 juta guru serta 56 juta siswa. “Dampak Covid-19 terhadap pendidikan sangat luas, dari siswa yang ketinggalan pelajaran, angka putus sekolah hingga meningkatnya tingkat stress pada anak-anak,” ungkap M Hasan Chabibie dalam acara webinar INDOPOSCO.ID bertema “Satu tahun pandemi pendidikan jangan berhenti, Selasa (4/5/2021).

BACA JUGA:  Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya Gelar Reuni Akbar

Ia menyebut, beberapa program kebijakan telah dikeluarkan Kemendikbud Ristek menghadapi masa pandemi Covid-19. Dari pembatasan Ujian Nasional (UN), ujian sekolah (US) tidak mengukur capaian seluruh kurikulum, siswa tidak dibebani menyelesaikan capaian kurikulum dan penggunaan dana BOS untuk penanganan Covid-19.

Lebih jauh dia mengungkapkan, dampak pandemi Covid-19 menyebabkan risiko anak putus sekolah meningkat. Hal ini disebabkan karena anak dituntut bekerja untuk menambah perekonomian keluarga. Kondisi ini diperparah oleh persepsi masyarakat tentang peranan sekolah pada pembelajaran jarak jauh (PJJ).

“Muncul kesenjangan capaian belajar. Hal ini disebabkan karena perbedaan akses dan kualitas selama PJJ,” katanya.

Ia menyebut, ada lima kebijakan Kemendikbud Ristek di bidang transformasi digital. Di antaranya percepatan perluasan akses dan infrastruktur digital dan layanan internet. Kemudian, persiapan roadmap ransformasi digital di sektor-sektor strategis. Baik di sektor pemerintahan, layanan sosial, pendidikan, kesehatan, perdagangan, industri dan penyiaran.

“Kami juga melakukan percepatan integrasi pusat data nasional, siapkan kebutuhan SDM talenta digital dan regulasi terkait skema pendanaan dan pembiayaan,” ungkapnya.

Terkait peta jalan pendidikan, masih ujar Hasan, pemerintah telah menyiapkan program Merdeka Belajar untuk mencapai pendidikan berkualitas. Dengan angka partisipasi tinggi, hasil belajar yang berkualitas, distribusi pendidikan yang merata.

Ia menyebut, sebaran sekolah yang sudah memiliki listrik dan internet untuk sekolah dasar (SD) sebanyak 149.076, SMP sebanyak 40.501, SMA sebanyak 13.843, SMK sebanyak 14. 299. Dengan total satuan pendidikan seleuruhnya sebanyak 218.209.

BACA JUGA:  Menko Polhukam Orasi Ilmiah Pada Dies Natalis Usakti ke 54

“Untuk bantuan kuota data internet untuk PAUD sebesar 20 GB menjadi 7 GB/ bulan, Dikdasmen sebesar 35 GB menjadi 10 GB/ bulan dan dosen/ mahasiswa sebesar 50 GB menjadi 15 GB/ bulan,” bebernya.

Pada pembelajaran tatap muka (PTM), menurut Hasan, dilakukan secara bertahap. Untuk tahap pertama, pada masa transisi dua bulan pertama jenjang dikdasmen maksimal 18 siswa dalam satu kelas. Untuk sekolah luar biasa (SLB) dan PAUD maksimal 5 orang dalam satu kelas.

“Pada tahap kedua, kantin sekolah tidak dibuka, kegiatan ekstrakurikuler dan pembelajaran di luar sekolah tidak dibuka,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih mengatakan, asalah yang muncul pada pendidikan di masa pandemi Covid-19. Pasalnya sumber daya manusia (SDM) tidak disiapkan untuk menghadapi pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan sistem digital.

“Potensi terjadi learning loss pada siswa karena transfer ilmu yang terkendala pada minimnya kualitas PJJ karena minimnya infrastruktur dan jaringan internet,” ungkapnya.

Pendidikan di masa pandemi, menurutnya juga berpotensi meningkatkan angka putus sekolah (APS) anak. Data dari KPAI sejak Januari hingga Februari 2021 ada 34 kasus APS. Penyebabnya karena menikah, menunggak SPP, bekerja hingga kecanduan gameonline.

“Untuk program bantuan kuota Rp7,2 T di 2020 dan Rp2,6 T di 2021 tidak ada evaluasi berapa banyak siswa yang menikmatinya. Apalagi infrastruktur dan jaringan internet masih terbatas,” bebernya.

BACA JUGA:  Dukungan Stakeholders Perguruan Tinggi Terhadap Kebijakan MBKM

Dia mengkritisi terkait program organisasi penggerak (POP) yang menuaikan polemik di kalangan organisasi masyarakat (Ormas). Karena, satu persatu ormas Islam seperti Muhammadiyah, NU dan organisasi lainnya mundur dari program tersebut. “Program merdeka belajar juga tidak jelas asal muasalnya. Karena konsep induk pendidikan harus merujuk pada UU sisdiknas,” ucapnya.

Ia menuturkan, pendidikan di masa pandemi Covid-19 harus memeperhatiakn kesehatan dan kesehatan peserta didik, guru dan masyarakat. Selian itu juga pendidikan harus memperhatikan kembang tumbuh dan kondisi psikososial anak. “PTM terbatas harus hati-hati dengan tetap mengedepankan keselamatan dan kesehatan. Sehingga harus ada alternatif solusi PJJ,” ungkapnya.

Hal yang sama diungkapkan Plt Kepala PP PAUD dam Dikmas Jabar Poppy Dewi Puspitasari. Dia mengatakan, beberapa tantangan pendidikan saat ini di antaranya adalah globalisasi dan revolusi industri 4.0. Sementara penyesuaian kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19 tetap mengutamakan keselamatan dan kesehatan.

“Peran pemerintah daerah bersama unsur lainnya harus memberi edukasi penerapan protokol kesehatan. Dan tetap mengedepankan kesehatan, keselamatan dan tumbuh kembang psikososial anak,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Pendidikan dan Bahasa, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Luciana mengatakan, pentingnya keilmuan digital pedagogik pada guru dan tenaga kependidikan. Hal ini untuk menjawab tantangan pendidikan di masa pandemi Covid-19.

“Digital pedagogik sangat penting. Apalagi tantangan PJJ adalah penggunaan digital. Hal ini penting untuk mencapai tujuan akhir pendidikan. Karena, transfer ilmu sangat ditentukan oleh pengetahuan digital pedagogik guru dan tenaga kependidikan,” ujarnya.(rls)