SUARATERKINI, Jakarta – Guru Besar tetap dan Rektor Universitas Sahid Jakarta, Prof. Dr. Ir. Kholil, M.Kom menyampaikan,” pilihan pembatasan kegiatan memalui social distancing adalah langkah mitigasi yang tepat, dengan cara ini mungkin bisa diibaratkan sebagai hit and run untuk menghalau musuh dalam perang, meskipun tidak terlalu tepat.
Dengan menjaga jarak virus corona akan sulit terbang dari satu orang ke orang lainnya, karena jarak yang secara empiris tidak mungkin bisa loncat bagi virus corona. Tetapi problemnya banyak orang yang merasa digdaya kuat melawan covid 19 yang dengan seenaknya pergi kemana saja, bahkan di tempat-tempat kumpul orang banyak,” dalam kutipannya, Jum’at (27/3/20).
Mungkin benar ia memiliki kekebalan tubuh karena badannya kuat, sehat dan masih muda; sehingga ketika senjata musuh ( virus corona) nempel di tubuh tidak mempan melukai tubuhnya.
Tetapi ingat virus itu akan tetap menempel untuk beberapa lama, sehingga ketika kembali kerumah bertemu dengan keluarga sendiri, orang tercinta seperti anak, istri, orang tua, kakak, adik yang kebetulan sedang kurang vit badannya, maka dengan mudah akan tertulan covid 19 karena tidak memiliki daya tahan yang kuat,” imbuhnya.
Akibatnya, saudara-saudaranya yang berada di rumah yang sedang mengisolasi diri dan tidak tau-menahu kejadian di luar menjadi terpapar, dan akan segara masuk dalam ODP atau bahkan akan menjadi PDP. Kasus ini sudah banyak kita saksikan, akhirnya membuat pertahanan seluruh keluarga bobol,” ungkapnya yang juga Sekjen Forum Organisasi Profesi IPTEK Indonesia (FOPI).
Bukan karena seluruh keluarga yang jalan jalan ke luar negeri tempat pandemik terjadi, tetapi justru mereka mengisolasi diri tidak keluar, hanya karena satu orang keluarga sendiri yang merasa digdaya yang menjadi penyebabnya, mengundang musuh masuk ke kamar-kamar menyerang semua keluarga.
Bagaimana dengan kebijakan pemerintah rapid test ?, kebijakan ini sekali lagi ibarat pertempuran akan segera memaping kondisi obyektif masyarakat setelah musuh covid 19 masuk ke halaman rumah dan kita masuk dalam pertempuran di medan laga. Siapa yang terluka ringan ataupun berat harus segera diambil tindakan di bawa keluar arena pertempuran untuk di isolasi di tempat tertentu, dirawat oleh para tenaga medis.
Agar yang berada dalam pertempuran hanya orang-orang yang memiliki kekuatan badan dan memiliki kekebalan tubuh saja sehingga mampu mengalahkan musuh covid 19. Semakin cepat maping itu akan semakin bagus, sehingga di arena pertempuran hanya para pendekar yang memiliki kekebalan tubuh yang akan mampu menghalau musuh.
Tetapi ada masalah lain, yaitu jumlah yang terluka/terpapar covid pasti akan meningkat karena interaksi dan kontak fisik antar masyarakat di medan termpur yang tidak bisa dihindari. Para ahli meramalkan 34 % dari total yang rentan terpapar (punya penyakit kronis dan usia lanjut), bahkan ada yang meramalkan lebih dari itu.
Kita tinggal menghitung saja jumlahnya, berapa kamar yang harus disiapkan , berapa tenaga medis yang harus disiagakan untuk melayani dan berapa jumlah peralatan standar yang harus diadakan. Lalu apa yang harus di lakukan, ini pertanyaan mendasar yang harus kita jawab bersama.
Dalam situasi seperti saat ini, kita tidak lagi hanya mengandalkan pasukan elit para tenaga medis yang sudah mulai kewalahan. Kita juga tidak boleh menyerahkan urusan penanganannya pada pemerintah saja, tetapi mari kita berasama-sama bergandengan tangan dengan sekuat tenaga ikut terlibat langsung.
Strategi mengalahkan musuh covid 19 adalah strategi perang semesta, semua rakyat terlibat untuk ikut melawan demi masa depan anak dan cucu kita, dan untuk NKRI yang kita cintai.
Disini persoalannya, masyarakat masih belum merasa perlu untuk ikut terlibat. Kebijakan social distancing atau isolasi di rumah dan menghindari kumpul-kumpul masih dianggap remeh. Keterlibatan para pengusaha untuk memberikan dukungan logistik dan peralatan masih belum maksimal. Para akademisi dan komunitas kaum profesional/himpunan profesi belum bersinergi menggalang riset yang cepat dan tepat untuk menangkal covid 19, masih berdiskusi dan berteori.
Para pemuka agama dan tokoh masyarakat belum bersatu mengajak umatnya mengikuti kebijakan pemerintah. Kaum politisi masih sibuk memikirkan bagaimana memenangkan Pilkada pada pilkada serentak nanti.
Strategi membangun public awareness akan menjadi kunci memenangkan pertempuran melawan covid 19.
Siapa yang dapat melakukan itu, jawabnya adalah yang memiliki networking sampai ke tingkat RT. Tidak ada lain dari kelompok masyarakat adalah partai politik, dan dari kalangan pemerintah adalah Kementerian Dalam Negeri dan Kemendikbud. Ketiga entitas ini harsu segera berkolaborasi dan bersinergi dengan BNPB sebagai satgas nasional yang diberi otoritas penuh.
Membentuk kelompok tugas edukasi dan sosialisasi ke masyarakat dengan berbagai cara dan tetap menjada social distancing untuk mengedukasi dan menyadarkan publik dalam melawan covid 19. Sementara para pelaku bisnis berpartisipasi dengan memberikan dukungan logistik.
Dibalik itu semua sebagai hamba yang beragama kita tentu paham bahwa tidak satu pun musibah turun kecuali atas ijin dari yang maha kuasa.
Oleh karena itu di samping kita bersama berihktiar secara dhohiriyah bergandeng tangan melawan covid 19, perlu juga ihktiar batiniah memohon kepada Allah, Tuhan yang Maha Kuasa agar segera menghalau musibah ini dari bumi indonesia yang kita cintai, insya allah kita menang melawan musuh bersama covid 19.