SUARATERKINI, Jakarta – Berdasarkan hasil penelitian Spotify, pendengar musik di Indonesia, khususnya Gen Z, cenderung menikmati lagu bernuansa sendu. Rata-rata valensi daftar putar lagu teratas di Indonesia tercatat sebesar 0,38, yang merupakan angka terendah dibandingkan dengan negara lain. Fenomena ini dikenal sebagai Sadness Paradox, di mana pendengar justru merasa terhibur dengan lagu-lagu bernuansa melankolis.
Merespons fenomena ini, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie meluncurkan kampanye #Apresiasik sebagai bentuk apresiasi terhadap musik dan musisi lokal. Dilaksanakan sejak Juni 2024 untuk memperingati World Music Day yang jatuh pada 21 Juni, kampanye ini mengusung tema HTS (Hentikan Tangis Sejenak).
Tema ini bertujuan mendorong apresiasi terhadap musisi lokal yang berkarya di luar genre pop ballad, seperti rock, blues, dan jazz. Selain itu, kampanye ini juga mengedukasi masyarakat untuk mendengarkan musik secara legal dan menolak pembajakan.
Kampanye #Apresiasik memberikan ruang bagi musisi lokal, termasuk musisi independen (indie), untuk menampilkan karya mereka yang beragam. Farrel Boediharjo, Ketua Pelaksana #Apresiasik, menyatakan bahwa kampanye ini bertujuan menjembatani jarak antara musisi yang berkarya demi memenuhi selera pasar dan mereka yang menciptakan karya dari hati.
“Melalui #Apresiasik, kami ingin memberikan ruang bagi talenta lokal untuk berkembang dan terhubung dengan komunitas. Jika kita mampu melampaui batasan algoritma dan membiarkan telinga kita mengeksplorasi tanpa batas, kita akan menemukan begitu banyak suara luar biasa yang selama ini tersembunyi,” ujar Farrel.
Puncak kampanye berlangsung di Tebet Eco Park pada 28 Desember 2024, dengan tiga kegiatan utama: HTS TikTok Stitch Challenge, Busking, dan Wartel Musik. Dalam tantangan online HTS TikTok Stitch Challenge, musisi lokal berbagi cover, karya seni, atau kreasi mereka dalam genre yang jauh dari nuansa sendu.
Sementara itu, secara offline, musisi lokal yang lolos kurasi dari tim Apresiasik tampil dalam sesi busking dan wartel musik. Acara ini menghadirkan pengalaman langsung bagi para penonton untuk menikmati ragam musik lokal.
Kegiatan ini berhasil menarik perhatian 688 pengunjung dan mendapatkan partisipasi lebih dari 20 unggahan kreatif di media sosial. Melalui kolaborasi erat antara mahasiswa, musisi lokal, dan komunitas, kampanye ini menciptakan dampak nyata dalam mendukung karya musik lokal dan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap musisi Indonesia.
Jessica Carla, dosen pengampu mata kuliah Aktivasi Merek Universitas Bakrie, menjelaskan bahwa kampanye ini merupakan bentuk experiential learning bagi mahasiswa. “Mahasiswa diberikan kesempatan untuk belajar melalui pengalaman langsung di lapangan. #Apresiasik adalah kontribusi nyata dari generasi Z dan milenial untuk mendukung industri musik lokal,” ungkap Jessica.
Dengan semangat kolaborasi dan eksplorasi musik lokal, #Apresiasik menjadi ajang apresiasi dan dukungan nyata terhadap musisi Indonesia, sekaligus mengajak masyarakat untuk lebih menghargai keragaman karya seni yang ada di Tanah Air.