SUARATERKINI, Jakarta – Raup ceruk pasar dalam negeri yang cukup menjanjikan, emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) melalui PT Forsta Kalmedic Global berhasil memproduksi alat kesehatan dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar lebih dari 40%.
Produk yang dihasilkan tersebut adalah dialyzer, merupakan bahan habis pakai (consumables) penting dalam tindakan hemodialisis atau cuci darah.
Kata Direktur Kalbe Farma, Kartika Setiabudy, perseroan percaya melalui penyediaan fasilitas produksi Dialyzer di dalam negeri oleh anak usaha, merupakan bagian dari komitmen Kalbe untuk terus meningkatkan akses kesehatan bagi masyarakat khususnya untuk membantu pasien ginjal di Indonesia.
“Kalbe terus mendukung program pemerintah di bidang kemandirian kesehatan, termasuk yang ada dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) di mana industri alat kesehatan menjadi sektor prioritas,”ujarnya.
Pengembangan sektor prioritas ini juga meningkatkan TKDN industri alat kesehatan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, terutama pengadaan pemerintah.
Forsta berhasil membangun fasilitas produksi Dialyzer yang menjadikan Forsta sebagai perusahaan pertama di Indonesia dan nomor dua di ASEAN yang memiliki fasilitas produksi dialyzer.
Dialyzer juga telah meraih sertifikasi CPAKB (Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik) dari Kementerian Kesehatan.
Sementara Direktur PT Forsta Kalmedic Global, Yvone Astri Della Sijabat menambahkan, Forsta berhasil membangun fasilitas produksi Dialyzer dengan brand dialyzer pertama yang terdaftar menggunakan nama RenaCare yang dipasarkan oleh PT Renalmed Tiara Utama,”Forsta sebagai perusahaan pertama di Indonesia dan nomor dua di ASEAN yang memiliki fasilitas produksi dialyzer,”ungkapnya.
Asal tahu saja, Dialyzer merupakan bahan habis pakai (consumables) penting dalam tindakan hemodialisis atau cuci darah. Sebanyak 99% pasien cuci darah dijamin oleh BPJS, dan kebutuhan hemodialisis di Indonesia meningkat setiap tahunnya.
Dari 267 juta jumlah populasi Indonesia, sebanyak 1,5 juta orang merupakan pasien gagal ginjal kronis dengan 159.000 orang menjalani cuci darah.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, cuci darah dinyatakan sebagai tindakan dengan biaya terbesar keempat pada pengeluaran BPJS dengan pengeluaran tahun 2023 sebesar Rp2,9 T.
Fakta lainnya, sebanyak 85% pasien cuci darah ada di rentang usia produktif, menyebabkan tingginya dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan jika pasien gagal ginjal tidak terjaga quality of life-nya. Hal ini terutama penting untuk memastikan kita bisa mencapai Indonesia emas di tahun 2045.