Inovasi Teknologi AI Penting untuk Maksimalkan Pengobatan Endometriosis

AdvertisementAds

SUARATERKINI, Jakarta – Manajemen Endometriosis dihadapkan pada sejumlah problematika, termasuk keterlambatan diagnosis akibat minimnya kesadaran perempuan terhadap gejala nyeri panggul yang dianggap biasa.

Kondisi ini dapat memperburuk Endometriosis, menyebabkan masalah seperti nyeri haid, infertilitas, dan kesulitan memilih terapi yang tepat.

Oleh karena itu, inovasi teknologi, terutama kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), menjadi sangat penting untuk memaksimalkan hasil pengobatan Endometriosis.

Hal ini dapat memperbaiki kualitas hidup perempuan dengan lebih akurat dan cepat, sambil menjadi panduan baru dalam manajemen di masa depan.

Prof. Dr. dr. R Muharam, SpOG, Subsp. F.E.R, MPH, Spesialis Obstetri dan Ginekologi, dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Ilmu Kedokteran FKUI, menjelaskan, “Endometriosis merupakan salah satu penyebab morbiditas ibu dalam bidang imunoendokrinologi reproduksi.

Prevalensi endometriosis mencapai 6-10% pada perempuan usia reproduktif, dengan tingkat kekambuhan yang tinggi (23.2-56.4%),” ungkapnya, Selasa (12/12/2023).

“Nyeri haid, infertilitas, dan kista adalah gejala umum, disertai gangguan buang air besar dan berkemih, nyeri saat berhubungan seksual, dan gangguan siklus menstruasi,” tambahnya.

BACA JUGA:  Peringati HUT ke-79 Republik Indonesia XL Axiata Berbagi di SLB Garut

Proses diagnosis Endometriosis seringkali mengalami keterlambatan 7-11 tahun, terutama karena minimnya kesadaran mengenai nyeri haid yang dianggap normal. Oleh karena itu, pendekatan baru dengan kecerdasan buatan dapat mempercepat dan meningkatkan akurasi diagnosis.

Prof. Muharam menyatakan, “Terapi medis menjadi pilihan pertama, diikuti oleh pembedahan dengan fokus pada preservasi fertilitas. Teknologi Reproduksi Berbantu (TRB) diperlukan untuk menangani fertilitas dengan Endometriosis.

Lebih lanjut, ia menyoroti peran kecerdasan buatan, “Dengan empat akar pembuatan kecerdasan buatan, yaitu Machine Learning (ML), Natural Language Processing (NLP), Artificial Neural Networks (ANN), dan Computer Vision (CV), kita dapat menciptakan solusi baru untuk tatalaksana Endometriosis.

Ini mencakup perbaikan diagnostik, peningkatan terapi personal, hasil operasi yang lebih baik, pemahaman patofisiologi, dan peningkatan akurasi penilaian tingkat keparahan Endometriosis.”

Pendekatan multidisiplin juga ditekankan untuk menangani beragam target terapi, mencegah kekambuhan, dan meningkatkan kualitas hidup penderita.

Prof. Muharam menyimpulkan, “Dalam menghadapi kompleksitas patofisiologi Endometriosis, kecerdasan buatan menjadi keniscayaan dalam tatalaksana masa depan.”

redaksi.suaraterkini@gmail.com