Pelarangan Penggunaan Plastik Sekali Pakai Sebaiknya Ditinjau Ulang

AdvertisementAds

SUARATERKINI, Jakarta – Kebijakan larangan penggunaan plastik sekali pakai telah menjadi isu yang marak di tahun 2020, setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mensahkan regulasi pelarangan penggunaan plastik sekali pakai untuk kantong berbelanja.

Wahyudi Sulistya, Direktur Kemasan Group menyampaikan,“ Kebijakan ini tentu saja akan berdampak pada aspek lain, seperti tenaga kerja, setidaknya lebih dari 170 ribu orang yang bekerja di industri plastik di Indonesia akan terkena dampaknya jika mentalitas ‘pelarangan’ seperti ini terus dibudayakan.

Selain itu, menurut Wahyudi, saat ini, belum ada pengganti plastik dari segi emisi karbon, fungsi, durabilitas, dan harga.

“Setiap hari, kita ini menggunakan plastik karena kita membutuhkannya,” ungkapnya di acara Conference Yuk Yok Ayok Daur Ulang “Apakah Single Use Plastic Ban Merupakan Solusi Dari Masalah Lingkungan di Indonesia?, Selasa (29/9/20).

Ketika larangan penggunaan single-use untuk tas berbelanja disahkan, tas bungkusan pengganti yang saat ini menjadi opsi dan banyak digunakan untuk bungkusan, seperti spunbound ataupun paper bag pun juga memiliki lapisan plastik Polypropylene atau PP, yang membuat itu water-proof kan lapisan plastiknya”, tambahnya.

BACA JUGA:  Kolaborasi Universitas Trilogi dan Kemenkop UKM Tingkatkan Kapasitas Starup

Bahkan, masker surgical seperti 3Ply saja memiliki lapisan plastik juga, bisa dibayangkan, tidak mungkin kita melarang penggunaan single-use plastic padahal lapisan plastic sangat kita butuhkan sehari-hari, apalagi di tengah pandemi,” tegasnya.

Jika perhatian pemerintah dan masyarakat ada pada sampah single-use plastic, harusnya sampah masker juga menjadi perhatian, yang sekarang sudah menumpuk”, ujar Wahyudi.

“Artinya, memang solusinya tidak bisa kita larang plastiknya, melainkan waste management. Solusi dari masalah ini sudah seharusnya difokuskan kepada pengelolaan sampah dengan prinsip ekonomi sirkular,” terangnya.

Suatu hari nanti, sampah plastik akan menjadi sangat berharga, karena sudah banyak penelitian dan pengembangan bahkan di
Indonesia yang sudah berhasil mengkonversikan sampah plastic apapun menjadi benda berharga lain, termasuk menjadi energi, ataupun BBM”, papar Wahyudi.

Prispolly Lengkong juga turut berpendapat terkait dengan kebijakan ini, menurutnya profesi pemulung juga menjadi salah satu subjek yang terkena dampak negative dari kebijakan tersebut.

Setidaknya ada 3 juta lebih pemulung belum termasuk keluarganya yang akan terdampak dengan diberlakukannya kebijakan
larangan single-use plastic. Sampah plastik memiliki nilai ekonomi yang tinggi
terutama bagi profesi kami.

BACA JUGA:  Datascrip Hadirkan Canon Image Square ke-21 di Yogyakarta

Karena, sampah tersebut kami pilah dan bisa kami jual kembali dan didaur ulang kembali menjadi benda-benda yang dapat bermanfaat, termasuk menjadi plastik lagi”, terangnya

Seharusnya, TPA sudah tidak ada lagi, kita harus punya mindset dan perencanaan
tata kelola sampah yang terintegrasi. Sebagai contoh, saat ini IPI juga memiliki
program waste management, yakni Kawasan Industri Pemulung (KIP) dan Kawasan
Usaha Pemulung (KUP)”, imbuhnya.

“Saat ini, program waste management IPI sudah berkontribusi dalam pengurangan
sampah di TPST Bantar Gebang DKI Jakarta, dari 3,800 ton per hari menjadi 2,063
ton”, tambahnya.

Jika IPI bisa berkontribusi untuk pengelolaan sampah TPST,
harusnya, pemerintah, masyarakat dan swasta juga bisa membuat program yang lebih baik untuk penanganan masalah sampah”, pungkasnya.