SUARATERKINI, Jakarta – Dilihat dari letak geografisnya, Indonesia berada di antara Benua Australia dan Asia, serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Letak geografis adalah letak di mana suatu daerah itu dilihat dari kenyataannya di bumi dan menentukan pula letak posisi antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.
Secara astronomis, Indonesia terletak di 6o LU (Lintang Utara) – 11o LS (Lintang Selatan) dan 95o BT (Bujur Timur) – 141o BT (Bujur Timur), dengan total luas wilayah yang mencapai 2 juta kilometer persegi.
Karena itu penguasaan teknologi antariksa yang biasa disebut sebagai Teknologi luar angkasa sangat diperlukan yang akan digunakan untuk kegunaan pergi ke, dan mengambil objek dari angkasa luar. Teknologi peramalan cuaca, televisi satelit, hingga sistem GPS merupakan teknologi sehari-hari yang memanfaatkan infrastruktur yang dibangun di luar angkasa.
Ilmu pengetahuan seperti astronomi dan ilmu bumi juga memanfaatkan teknologi luar angkasa untuk melakukan penginderaan jauh (remote sensing) kata Direktur Utama Lembaga Bantuan Teknologi (LBT) Prasetyo Sunaryo di Jakarta, kemarin.
“Mencermati keadaan diatas, maka perlu dirumuskan strategi penguasaan dan pendayagunaan teknologi luar angkasa atau teknologi antariksa untuk kegunaan pertahanan nasional, keselamatan transportasi laut dan udara, pertanian termasuk untuk wisata dan sekaligus untuk sarana penemuan teknologi baru, semisal teknologi sel surya yang justru ditemukan melalui program pengembangan teknologi antariksa Jelasnya pada acara Fokus Grup Discusion (FGD) dengan tema ” Pendayagunaan Antariksa Wilayah Indonesia”.
FGD yang diselenggarakan Lembaga Bantuan Teknologi (LBT), mencoba menemukan dan mengusulkan beberapa langkah strategis pendayagunaan posisi antariksa Indonesia yang akan disampaikan oleh peneliti antariksa dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan para pengamat ekonomi, tambah prasetyo.
Sementara, Bidang Sistem Utama Peroket LAPAN Prof.Heri Budi Wibowo menyatakan, Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangkan teknologi antariksa, sebab di era 4.0, masyarakat dunia khususnya Indonesia tidak akan lepas dari smartphone dan itu merupakan hasil teknologi antariksa.
“Sampai saat ini Indonesia baru memiliki 4 satelit, padahal negara tetangga seperti Singapura memiliki puluhan satelit, hal tersebut dikarenakan anggaran penelitian teknologi antariksa masih minim, Regulasi, SDM dan teknologi” tuturnya.
Menurutnya Indonesia idealnya harus menganggarkan untuk penelitian Antariksa 0,5 persen dari GDF Indonesia.
Hal senada dikatakan Humas LAPAN Jasyanto, meskipun baru 4 satelit yang dimiliki Indonesia, sampai saat ini penggunaan teknologi Keantariksaan telah dimanfaatakan oleh masyarakat Indonesia secara gratis seperti, perkiraan cuaca, illegal fishing, illegal logging, titik kebakaran, bahkan membantu menghemat pemerintahan daerah hingga 500 Triliun.
“Pada 2040, LAPAN berencana membangun Bandara Antariksa di Biak Papua, Bandar Antariksa tidak hanya buat peluncuran satelit tapi dapat dimanfaatakan untuk kemajuan pendidikan, ekonomi, pertahanan Negara dan sebagainya” ucapnya.
Untuk itu LAPAN sedang melakukan kerjasama dengan pihak swasta baik dalam dan luar negeri dalam mengembangkan Teknologi Antariksa, pungkasnya.