SUARATERKINI, Jakarta – Situasi penyelenggaraan perlindungan anak di tahun 2019 belum membaik, hal ini tergambar dari masih tingginya kasus pelanggaran hak anak, yang bersifat fluaktuatif.
Berdasarkan data hasil pengawasan dan pengaduan masyarakat, tahun 2019 terdapat 4.369 kasus pelanggaran hak anak.
Data kasus pelanggaran hak tersebut bersumber dari hasil pengawasan sebesar 2.430 kasus dan data hasil penerimaan pengaduan masyarakat yang langsung dilaporkan kepada KPAI sebesar 1.939 Kasus.
Jumlah kasus pelanggaran hak anak di tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 5,5% dibandingkatan dengan tahun 2018 yang berjumlah 4.885 kasus,” ungkap Ketua KPAI, Dr. Susanto MA dalam rilis di Jakarta, Senin (17/2).
Berdasarkan data tersebut, kasus pelanggaran hak anak yang paling dominan pada tahun 2019 adalah kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) sebesar 1.251, kasus pelanggaran hak anak dalam bidang keluarga dan pengasuhan alternatif sebesar 896 kasus, kasus pelanggaran hak anak terkait pornografi dan cyber crime sebesar 653 , kasus pelanggaran hak anak terkait dengan kesehatan dan napza sebesar 344.
Capaian Pengawasan Tahun 2019
Pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak merupakan mandat negara kepada KPAI sebagaimana tercantum pada Pasal 76 UU 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
Diantara capaian pengawasan tahun 2019 meliputi;
1. Terbitnya UU Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan
2. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Permohonan Dispensasi Kawin.
3. Sedang berproses Penyusunan Peraturan Menteri Agama tentang Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak
4. Perturan JKN 82 Tahun 2018 khusus untuk pasal 16 berlaku sejak januari 2019.
5. Komitmen Djarum melakukan tidak mengenakan brand image Djarum pada kaos dan atribut yang dikenakan pada anak peserta audisi.
6. Komitmen pemerintah untuk perlindungan anak stunting sebagai prioritas nasional.
7. Surat Edaran Bersama Antara KPU, Bawaslu, Menteri PPPA dan KPAI Tentang Pencegahan Pelibatan Anak dalam kampanye.
8. Upaya aparat hukum membongkar kasus-kasus trafiking anak semakin masif.
9. Meningkatnya jumlah pemerintah daerah baik provinsi maupun kota/kabupaten yang menerbitkan peraturan daerah terkait perlindungan anak.
10. Meningkatkan inovasi-inovasi program terkait perlindungan anak berbasis daerah.(rls)